Merdeka
atau mati, kata yang penah dihembuskan oleh soekarno ketika melawan penjajahan
belanda, kata ini, menjadi spirit bagi para pejuang kemerdekaan bangkit melawan
demi kemerdekaan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya kemerdekaan Indonesia
dapat dicapai. Namun apakah kemerdekaan sejati sudah kita rasakan? Mungkin ‘ya’
mungkin juga ‘tidak’, entah dari sudut pandang mana kita mengartikannya. Yang
jelas, Kemerdekaan Indonesia secara fakta sudah kita dapatkan, sehingga tidak
perlu kita bahas lagi, alias ‘basi’.
Merdeka
atau mati dalam pembahasan ini bukan tertuju pada nilai perjuangan untuk
merebut kemerdekaan bangsa, namun lebih kepada merebut atau berjuang untuk
kemerdekaan ‘masa depan’ diri sendiri. Dan lebih menyempit lagi pada esensi
nilai perkuliah yang kita jalani, khususnya bagi mahasiswa Komunikasi Penyiaran
Islam (KPI). Sebelum membahas lebih jauh tentang tema diatas, saya ingin
mengatakan dengan bangga bahwa Saya adalah alumni Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi IAIN Mataram, jurusan KPI, walau terkadang jurusan ini, sering
dilecehkan atau dimarjinalkan oleh fakultas yang lain, termausk fakultas Syariah
dan Tarbiyah. Apalagi ketika Fakultas Dakwah dan Komunikasi dikatakan sebagai Fakultas
‘halo-halo’ karena berbasis pada penyiaran atau dakwah. Bahkan saya sendiri
pernah disindir oleh orang tua bahwa “mau berdakwah kemana besok setelah
wisuda?”. Miris dan menyedihkan.
Kesadaran
masyarakat akan perguruan tinggi hanya berlandaskan pengalaman atau kenyataan
yang ada, menjadi guru adalah salah satu tujuan membiayai anaknya untuk
menempuh jenjang S1, tidak melihat pada realitas pergeseran paradigma yang
muncul secara universal, karena pada dasarnya masyarakat tidak memahami hal
tersebut. Dengan demikian, perlu ada sambungan kepada masyarakat sebagai bentuk
menyadarkan masyarakat bahwa untuk menjadi orang sukses tidak hanya menjadi
guru, karena kuliah adalah awal untuk mencari identitas diri atau jati diri
yang sesungguhnya. Sehingga perlu kita bertanya, Masihkah kita bersifat seperti
anak SD atau sudah memiliki paradigma baru sebagai basis keiilmuan yang kita
dapatkan?, mari kita jawab bersama.
Salah
satu penyambung lidah yang paling epektif adalah mahasiswa itu sendiri, di mana
mahasiswa berpungsi sebagai perubah paradigma lama menuju paradigma baru, tidak
jauh beda seperti yang dikemukan oleh Thomas Kuhn tentang ilmu pengetahuan,
bahwa ilmu pengetahuan selalu akan berubah-ubah, teori lama akan di makan oleh
teori baru, dan teori baru akan dibabat oleh teori yang lebih baru lagi, walau
teori lama masih dapat dipergunakan. Sehingga, tugas yang diemban mahasiswa
selain menuntut ilmu adalah untuk memberikan pemahaman baru bagi masyarakat
tentang esensi kuliah, janagn sampai paradigma tradisional terus membuat
masyarakat terisolasi, sehingga berdampak pada paradigma yang monoton. Akan
tetapi, mahasiswa perlu memiliki cara-cara khusus agar paradigma baru tidak
merusak paradigma tradisional tersebut.
Untuk dapat
berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat, tentunya mahasiswa harus
memiliki kecakapan dalam berkomunikasi, karena komunikasi adalah prasyarat
dalam kehidupan manusia. Dengan demikian mahasiswa Komunikasi Penyiaran
Islam-lah yang dapat melakukan semua ini, karena memiliki basis keilmuan yang
sesuai dengan kebutuhan zaman dewasa ini, karena pendidikan dan hukum bukan hal yang
baru. Komunikasi adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol
untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.
sedangkan secara sederhana, penyiaran adalah proses penting dalam memberikan
informasi. tanpa penyiaran atau memberikan informasi tentang konsep yang dimiliki
maka konsep tersebut hanyalah konsep yang bersembunyi dibalik kecerdasan (bulsit).
Penyiaran dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi atau memanfaatkan kepandaian, kecakapan berkomunikasi atau ketrampilan,
Untuk merencanakan, memproduksi, dan Menyiarkan siaran, dalam usaha mencapai Tujuan
bersama, sesuai dengan kaidah-kaidah agama yang tercantum dalam Al-Qur’an. Hal inilah
yang mendasari pentingnya peran Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
sebagai penyambung lidah bagi masyarakat.
Theory of
Self Betterment (Teori
Perbaikan Diri).
‘Merdeka
bukan berarti kita merdeka’, begitu pula, ‘mati bukan berarti kita mati’,
merdeka adalah awal baru, di mana kita bebas berekspresi sesuai dengan
keinginan kita, mau menjadi artis, penulis, guru atau dosen, terjun menjadi
birokrasi, dan yang lainnya. sehingga ketika merdeka, kita perlu menyiapkan
bekal untuk memulai menghadapi tantangan, jangan sampai merdeka adalah awal
penjajahan baru bagi kita. Sedangkan, mati juga merupakan awal baru, awal untuk
memulai sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, misalnya; hari kemarin, kita
tidak pernah beraktivitas, yang kita lakukan hanyalah berdiam diri dalam kamar,
menikmati nikmatnya tidur. Kemudian besoknya, apa yang kita lakukan kemarin
merupakan bagian dari refleksi, sehingga kita tidak mengulanginya lagi, bahkan
ketika kita sadar, banyak sekali pengalaman-pengalaman atau hikmah yang kita
dapatkan. Dengan kata lain, hari kemarin adalah hari kematian bagi kita,
sedangkan hari besok adalah hari kehidupan baru. Inilah kemudian saya namakan
menjadi Theory of Self Betterment (teori
perbaikan diri).
Merdeka
adalah bagian kecil dari sebuah perjuangan, karena kemerdekaan yang sesungguhnya
tidak pernah kita dapatkan, baik itu kemerdekaan diri, kemerdekaan, kelompok,
maupun kemerdekaan bangsa secara universal. Sedangkan, mati adalah kekuatan
diri dalam menilai kemampuan (skill), atau mati adalah bagian dari refleksi
diri agar tidak jatuh pada lubang sama, bukan mati yang selama ini kita
tafsirkan sebagai akhir dari kehidupan.
Please...Share dong Sob, jika Sobat menyukainya :
0 komentar:
Posting Komentar
Hey…, sahabat-sahabat bloger, semoga sukses selalu dalam berkarya melalui tulisan… Jangan lupa meninggalkan jejak anda di blog saya ini. Terima kasih.