Sumber Gambar; http://www.hukumonline.com
UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (UU
SJSN) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon adalah 14
warga negara diantaranya Fathul Hadie Utsman, Abdul Halim Soebahar, Kholiq
Syafaat, dan Qomari. Mereka hendak menguji sebanyak 22 pasal dalam UU SJSN.
Adapun pasal yang diuji, antara lain Pasal 13
ayat (3), ayat (2), Pasal 14 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat
(1), ayat (3), Penjelasan Pasal 17 ayat (5), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), Pasal
20 ayat (1), ayat (3), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), ayat (5), Pasal 28 ayat 91), ayat (2), Pasal 29 ayat (1), Pasal
30, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal
36, Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 38 ayat (1), ayat
(2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 40, Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (1), Pasal
44, Pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU SJSN.
Mereka menilai pasal-pasal itu tidak dapat
memberikan jaminan sosial kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar. “Kami
menguji undang-undang ini karena kami merasa hak-hak konstitusi kami
terabaikan, tidak terpenuhi atau minimal dikurangi karena adanya UU SJSN ini,”
ujar Fathul Hadie Utsman yang sekaligus bertindak sebagai kuasa hukum para
pemohon.
Menurutnya, meski UU SJSN sudah jelas mengatur
tentang jaminan sosial, namun dianggap tidak bisa memenuhi hak-hak warga negara
yang diatur konstitusi, terutama untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
“Untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar
hanya mendapat jaminan kesehatan, itupun bagi mereka yang sudah mendapatkan
kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin, kartu keluarga miskin atau
sejenisnya. Bagi yang tidak dapat kartu tersebut jangan harap mendapat layanan
jaminan kesehatan,” paparnya.
Fathul lalu mempersoalkan norma Pasal 14 ayat
(1) dan penjelasannya serta Pasal 17 ayat (5) UU SJSN. Pasal itu menyebutkan
fakir miskin secara bertahap akan didaftarkan oleh pemerintah untuk ikut
jaminan sosial. Dalam pasal-pasal selanjutnya juga tidak ada ketentuan apakah
jaminan sosial seperti, kecelakaan, pensiun, dan hari tua, harus didaftarkan
atau tidak. Pasal 17 hanya mengatur bahwa pemerintah akan membayar iurannya
secara bertahap.
“Kami beranggapan ke depan fakir miskin tidak
dapat jaminan apa-apa. Hanya ada undang-undangnya, tetapi tak ada aturannya.
Sewaktu-waktu bisa diubah, bisa dihindari karena tidak ada jaminan sosial bagi
fakir miskin untuk mendapat haknya yang telah dijamin Konstitusi. Ini tidak ada
kepastian hukum dan melanggar konstitusi karena pemerintah seharusnya memenuhi
hak-hak fakir miskin,” imbuhnya.
Menurut Fahtul, UU SJSN hanya menjamin warga
negara yang membayar iuran atau dibayarkan iurannya oleh pihak lain, maka
secara otomatis pihak-pihak yang tidak bisa membayar atau tidak dibayarkan
iurannya tidak akan mendapat manfaat dari sistem jaminan sosial ini.
“Di sini kami berkepentingan untuk memohon
kepada Mahkamah untuk membatalkan pasal-pasal tersebut. Sebab, dengan
dibatalkan pasal–pasal itu, hak-hak WNI yang telah dijamin konstitusi akan
terpenuhi,” dalihnya.
Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Achmad
Sodiki mengatakan bahwa pendaftaran warga negara untuk mendapat jaminan sosial
penting artinya bagi pemerintah. “Mendaftar itu masa penting karena untuk
memprediksi kewajiban negara berapa yang harus ditanggung. Supaya pasti, agar
negara tahu berapa yang dianggarkan,” paparnya.
Achmad balik bertanya, jika ke-22 pasal UU SJSN
ini dibatalkan, maka berarti tidak ada aturan lagi bagi sistem jaminan sosial.
“Kalau dibatalkan lalu mau diatur dimana? Justru kalau semua pasal dibatalkan
tidak bisa dilaksanakan sistem jaminan sosial. Ini harus dipikirkan kembali,”
sarannya.
Pertanyaan senada juga dilontarkan Hakim
Konstitusi Ahmad Fadhil Sumadi. “Kalau dibatalkan semua, apakah sistem jaminan
sosial semakin membaik atau justru tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada
landasan hukum?”
Sumber; http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f2d5f4039358/mk-diminta-batalkan-puluhan-pasal-uu-sjsn.