Setiap kelompok budaya jelas punya peta yang
berbeda untuk merepresentasikan realitas budaya mereka. Maka, ucapan boleh jadi
sama tetapi maknanya berbeda. Kesalahanpahaman ini dapat terjadi bukan hanya
antara orang-orang berbeda suku dalam suatu bangsa, tetapi terlebih-lebih
antara orang-orang yang berbeda bangsa, seperti dilukiskan anekdot-anekdot
berikut;
Seorang
kuli beretnik Pakistan melayani seorang turis lokal yang baru tiba disebuah
stasiun kereta di Melbourne, Australia, dengan membawa banyak barang. Setiap turis
itu memberi intruksi, si kuli menjawab, “Yes,
Sir” setelah berkali-kali memberi intruksi, akhirnya sang turis bertanya,
“What is your name?”
“Yes, Sir”
“What is your name?”
“Yes, Sir”
“Why do you
keep saying, ‘Yes Sir, Yes Sir’?”
“My name is Yashir, Sir”
(sebenarnya
jawaban kuli itu adalah Yashir, menyebut namanya, yang bunyinya mirip Yes Sir ditelinga sang turis)
Seorang
cewek yang bahasa inggrisnya kacau balau suatu hari menabrak seorang bule
ketika jalan-jalan di Mal.
Cewek : “I
am sorry”
Bule :
“I am sorry, too”
Si cewek bingung. Ia
merasa harus menjawab si bule.
Cewek : “i
am sorry, three”
Bule :
“What are you sorry for?”
Cewek : “I
am sorry, five”
Seorang
pelancong dari bandung datang ke jerman. Logat sundanya sangat kental, suatu
ketika ia bertemu dengan orang Jerman yang kemudian menanyakan namanya. Ia menjawab.
“ich bin Ujang” saya Ujang, katanya. Kemudian
orang Jerman itu bertanya lagi, “Wie Geht
es?” apa kabar? Terus ia menjawab lagi, “gut, aber bin faul.” Ia bermaksud menjawab “baik, tapi saya lagi
malas nih.” Oleh karena logat sundanya, maka yang terdengar oleh orang Jerman
itu adalah “ich bin paul.” Orang jerman
itu menjadi bingung. Tadi katanya Ujang, sekarang Paul.
Ketiga anekdot diatas menyangkut komunikasi
antara orang-orang berbeda budaya dan berbeda bahasa-ibu. Dua orang yang
berasal dari budaya yang sama dan berbicara bahasa-ibu yang sama pun boleh jadi
memberikan makna yang berbeda terhadap kata-kata yang sama, jika mereka tidak
mengetahui konteks pembicaraan. Seperti dalam humor berikut;
Kabayan bersama Karnadi ditugaskan oleh bosnya
untuk menggrebek sarang mafia disekitar hutan. Tiba-tiba mereka melihat
disekitar semak ada yang bergerak. Dengan naluri detektifnya mereka cepat
bertindak. “jangan bergerak!” Karnadi membentak. “bergerak berarti mati,”
lanjutnya. “Dasar tolol. Bergerak itu artinya hidup!” kata kabayan.
Satu pasangan muda sangat bersuka cita demi
mengetahui sang istri hamil muda. Namun sebelum mendapatkan kepastian dari
dokter, mereka sepakat untuk merahasiakan kehamilan tersebut.
Istri : “Pa, gak usah diomongin dulu ya… takut gagal. kan gak enak
kalau sudah diomongin-omongin.”
Suami : “Oke deh, ma, janji ngak bakalan diomongin sebelum ada
konfirmasi dari dokter”
Tiba-tiba datang karyawan PLN ke rumah mereka
untuk menyerahkan tagihan dan denda atas tunggakan rekening listrik mereka
bulan lalu.
Petugas PLN : “Nyonya terlambat satu bulan.”
Istri : “Bapak tahu dari mana…? Papa… tolong
nih bicara sama orang PLN ini…!”
Suami : “Eh, sembarangan… bagaimana anda bisa tahu
masalah ini?”
Petugas PLN : “semua tercatat di kantor kami,
pak.”
Suami : (tambah sengit) “Oke, besok saja saya ke
kantor bapak untuk menyelesaikan masalah ini!”
Keesokan harinya …
Suami : “Bagaimana PLN tahu rahasia keluarga saya?”
Petugas PLN : “Ya tahu dong, lha wong ada
catatannya pada kami!”
Suami : “Jadi saya mesti bagaimana agar berita ini
dirahasiakan, pak?”
Petugas PLN : “Ya mesti bayar dong pak!”
Suami : (sialan gue diperes nih!) “Kalau saya tidak
mau bayar, bagaimana?”
Petugas PLN : “Ya, punya bapak terpaksa kami
putus…”
Suami : “Lha, kalo diputus… nanti istri saya
bagaimana…?”
Karyawan PLN : “Kan bisa pakai lilin.”
Sumber; Komunikasi Efektif suatu pendekatan lintas budaya, oleh: Prof. Dr Deddy Mulyana, M.A.
Please...Share dong Sob, jika Sobat menyukainya :
0 komentar:
Posting Komentar
Hey…, sahabat-sahabat bloger, semoga sukses selalu dalam berkarya melalui tulisan… Jangan lupa meninggalkan jejak anda di blog saya ini. Terima kasih.